Pambarep - Dua bulan lagi rakyat Indonesia akan dihadapkan dengan pilihan sulit, yaitu memilih calon anggota parlemen (DPR, DPD, DPRD). Sulit karena jumlah calonnya sangat banyak. Sulit karena kertas suaranya sangat lebar sedangkan bilik suaranya lumayan sempit. Sulit karena dari sekian puluh calon tersebut lebih dari setengahnya tidak kita kenal. Sulit karena kita tidak tahu pasti apakah orang yang akan kita pilih nanti benar-benar bisa mewakili suara kita, sehingga kedaulatan tertinggi di tangan rakyat tidak sekedar retorika.
Bagi para idealis, jika sudah benar-benar tidak ada yang cocok di hati maka golput menjadi alternatif pilihan. Tetapi ada juga yang berpandangan bahwa yang penting memilih sebagai bentuk kepedulian terhadap masa depan bangsa. Kalaupun salah pilih masih lebih baik daripada tidak memilih sama sekali. Semua itu pendapat, ada sisi benar dan ada sisi salahnya. Tetapi sebenarnya jika kita mau mengamati dan mempelajari sepak terjang anggota parlemen selama ini, kita bisa menerapkan beberapa kriteria atau pembatasan saat memilihnya. Dengan pembatasan ini setidaknya kita tidak ngawur-ngawur banget saat memilih. Contoh pembatasannya adalah sebagai berikut :
1. Jangan Memilih Caleg yang Melakukan Operasi Plastik
Operasi plastik yang saya maksud di sini adalah operasi plastik untuk keindahan dan kesempurnaan ragawi. Hidung dan bibirnya disuntik silikon, payudaranya diimplan, alisnya disulam, dan sebagianya. Orang seperti ini jelas orang yang tidak jujur. Sebenarnya jelek, tua, keriput, kendor, tapi berusaha menutupinya agar terlihat sempurna di depan publik. Kalau untuk urusan seperti itu saja sudah tidak jujur, kemungkinan untuk tidak jujur dalam hal lain lebih besar. Selain ketidakjujurannya, orang macam ini biaya hidupnya sangat besar. Untuk melakukan maintenance atas anggota tubuhnya yang mulai jelek itu pasti dibutuhkan biaya yang mahal. Belum lagi operasi semacam itu juga harus dilakukan secara periodik. Implan payudara misalnya, itu harus diganti setiap beberapa tahun sekali supaya tidak pecah di dalam. Kalaupun tidak ada pembaruan secara periodik, orang jenis ini tidak akan pernah puas dengan operasi yang telah dijalaninya, selalu ingin yang lebih bagus. Tidak menutup kemungkinan kebutuhan biaya yang banyak ini akan diusahakan dengan cara-cara korupsi atau menerima gratifikasi. Kalaupun tidak korupsi, kemungkinan makan gaji buta masih ada. Sibuk mengencangkan kulit, jadi lupa tugasnya sebagai anggota parlemen.
2. Jangan Memilih Caleg yang Suka Mengoleksi Benda-Benda Mewah dan Mahal
Sudah banyak kita temui pejabat-pejabat negara yang rumahnya dipenuhi koleksi mobil sport mewah pabrikan Eropa dan Amerika. Ada pula politisi yang lemarinya dipenuhi tas kulit bermerek dari Itali yang harga satuannya setara dengan 10 ekor sapi. Bahkan yang mengoleksi jilbab seharga ratusan juta rupiah juga ada. Para caleg dengan gaya hidup seperti ini pastilah membutuhkan uang yang begitu banyak. Bila menjadi anggota parlemen, dikhawatirkan kebutuhan uang untuk membeli benda koleksi itu akan diusahakannya lewat jalan yang tidak benar, lagi-lagi korupsi. Suap kepada anggota parlemen jenis ini juga makin mudah dilakukan. Sajikan benda koleksi kesukaannya, kalau bisa yang limited edition, maka kebijakan, keputusan, bahkan undang-undang bisa diatur. Wani piro?
3. Jangan Memilih Caleg yang Terlalu Loyal dengan Partainya
Memang dari segi loyalitas hal ini merupakan pertanda baik. Akan tetapi caleg jenis ini dikhawatirkan akan mengesampingkan kepentingan rakyat, kepentingan publik demi partainya. Orang-orang semacam ini akan tetap membela partainya mati-matian walaupun sudah tahu bahwa apa yang dilakukan dan dikatakan partainya itu salah dan merugikan kepentingan rakyat banyak. Baginya rakyat yang diwakilinya itu nomor sekian, yang penting kepentingan partainya terakomodir di dalam parlemen.
4. Jangan Memilih Caleg yang Mengkultuskan Tokoh
Sikap pengkultusan tokoh ini dikhawatirkan akan terbawa sampai dia menjadi anggota parlemen. Kalau sekedar memfavoritkan mungkin masih wajar, tetapi kalau sampai mengkultuskan akan sangat berbahaya. Pengkultusan tokoh itu ibarat memakai kacamata kuda. Pokoknya apapun yang menjadi sikap, perkataan, perintah, anjuran, dan larangan tokoh yang dikultuskan tersebut akan dituruti tanpa banyak ba-bi-bu, tanpa melihat keadaan di sekelilingnya. Kalau si tokoh ini dikritik orang, maka akan dibelanya mati-matian. Meskipun tahu tokoh yang dikultuskan itu salah dan kebijakannya merugikan rakyat, tetapi tetap dibela dan dibenarkan. Sikap seperti ini dikhawatirkan akan mempengaruhi kinerjanya sebagai anggota parlemen, sebagai wakil rakyat. Kinerjanya bukan didasarkan atas kondisi rakyat tetapi didasarkan atas sikap si tokoh yang dikultuskan.
5. Jangan Memilih Caleg yang Keluarganya Berantakan
Ini bukan bermaksud memandang rendah keluarga yang pernah
mengalami perceraian. Ada perbedaan antara perceraian dalam keluarga dengan keluarga yang berantakan. Keluarga yang berantakan tidak selalu diindikasikan dengan perceraian. Memiliki istri simpanan itu termasuk keluarga berantakan. Kepada istri sahnya saja tidak jujur, kepada keluarganya saja berbohong, kemungkinan besar kepada rakyat yang diwakilinya juga akan berbohong. Sering terjadi KDRT itu juga termasuk keluarga yang berantakan. Kalau dengan istri, orang yang paling dicintainya, saja berani bertindak kasar maka dikhawatirkan dia sangat tega menyakiti dan menyengsarakan rakyat jelata yang diwakilinya. Anaknya sering terlibat dalam aksi kriminal itu juga indikasi keluarganya berantakan. Menganiaya teman kuliahnya, mengkonsumsi narkotika, memperkosa perempuan, membunuh selingkuhan, atau bahkan sekedar perilaku nakal macam dugem dan berjudi. Kalau mendidik dan mengurus anaknya saja tidak becus, dikhawatirkan ketika menjadi anggota parlemen juga akan menunjukkan ketidakberesannya.
Itulah lima golongan caleg yang jangan sampai kita pilih. Kalau caleg-caleg yang tersedia semuanya mengandung salah satu dari kelima unsur tadi, mungkin golput menjadi salah satu pilihan terakhir. Kalaupun anti golput, anda bisa membuat kriteria-kriteria sendiri menurut selera anda. Tetapi sebisa mungkin memilih anggota parlemen jangan hanya berdasarkan selera. Kita memilih wakil rakyat, bukan memilih mi rebus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar