Manusia adalah mahluk yang tidak pernah puas, dan selalu menginginkan perbaikan di dalam hidupnya. Begitu pula dengan perihal pemilihan jurusan di dalam dunia pendidikan formal. Pemilihan ini akan selalu dikaitkan dengan potensial kualitas kehidupan di masa depan dari jurusan yang akan dipilih. Dan parameter apa yang paling bisa diukur di dalam kehidupan? Yap! Pendapatan. Gaji, gaji dan gaji! Semuanya dikaitkan dengan potensial lapangan pekerjaan, dan gaji yang bisa diterima oleh lulusan jurusan tersebut. Sehingga teramat sering sebuah diskusi mengenai pemilihan jurusan berakhir dengan kata-kata yang menurut saya sangat menyedihkan, tapi teramat realistis.
" Ha? Serius kamu mau ngambil jurusan itu? Mau jadi apa ke depannya? Mau makan apa kamu?"
Selain masalah gaji, ada lagi alasan lainnya yang biasanya menjadi alasan pemilihan jurusan : Gengsi! Adalah sebuah hal bodoh yang mengakar di Indonesia bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang gemar pamer. Tidak percaya? Lihat saja betapa masyarakat Indonesia senang memamerkan apapun, mulai dari gelar perkuliahan (ST, dr, MM, MBA, dll), sampai ke gelar keagamaan yang menurut saya seharusnya tidak dipamerkan (Haji). Sehingga tidaklah mengherankan bahwa gengsi ini menjadi salah satu kriteria pemilihan jurusan, dan komentar-komentar bodoh yang memojokkan jurusan seperti di bawah ini umum ditemukan:
"Gengsi donk gua masuk kelas IPS!"
"Masa gua masuk jurusan sastra jawa? Yang bener aja?"
"Mau jadi apa? Jadi insinyur lah! Keren gitu!"
Gengsi, sebuah kebodohan yang menurut saya mengakar dengan sangat kuat di kehidupan masyarakat Indonesia. Gengsi ini begitu mengakarnya, sehingga terkadang passing grade suatu jurusan pun sering menjadi dinding yang secara tak langsung memisahkan kehidupan sosial antar mahasiswa. Terkadang seseorang akan dianggap hebat, dan dipandang sebagai golongan elit apabila dia sanggup masuk ke jurusan yang standar passing grade-nya tinggi. Sehingga adalah hal yang bisa dimaklumi jika para remaja yang memang sedang berada di fase pencarian identitas, dan pengakuan, akan tergiur untuk masuk ke dalam golongan “elit” ini.
PASSION IS THE KEY
Setiap manusia pasti memiliki passion di suatu bidang yang mereka anggap sebagai sesuatu yang merepresentasikan dirinya. Ada orang yang suka menulis, ada yang suka berhitung dan membuat sesuatu, ada pula yang suka menolong orang lain, semua itu sah-sah saja, sepanjang hal itu tidak merugikan orang lain dan menentang hukum yang berlaku, adalah hak setiap manusia untuk melakukan apa yang dia inginkan.
KAPAN KITA TAHU BAHWA SESUATU ADALAH PASSION KITA?
Pertanyaan menarik berikutnya adalah, kapan kita tahu bahwa sesuatu itu adalah passion kita? Menurut saya jawabannya cukup simpel. Menurut penulis, passion yang dimiliki seseorang adalah : "Sesuatu adalah passion kita, jika ketika kita mengerjakan hal tersebut, maka waktu akan berlalu dengan cepat. Badan dan pikiran kita pun akan rileks dan enjoy mengerjakannya, entah itu 5 menit, sejam, 5 jam, ataupun seharian, tidak akan ada bedanya. Pada kenyataannya, terkadang kita sama sekali tidak merasa perlu untuk beristirahat, bahkan ketika mengerjakan sesuatu yang pada umumnya orang anggap sebagai sesuatu yang teramat melelahkan" Ketika kita melakukan sesuatu yang kita senangi, maka semua waktu akan berjalan tanpa terasa. Pernahkah kita merasakan seakan- akan kita terbenam ke dalam suatu hal sampai lupa waktu? Seperti itulah kira-kira rasanya menjalankan passion kita. Dan passion inilah sebuah hal yang memungkinkan kita untuk membuat sebuah masterpiece di dalam hidup kita.
PINTAR SAJA TIDAK CUKUP!
Pintar saja tidak akan cukup untuk menghadapi kerasnya hidup ini! Memang tidak semua orang yan mengikuti passionnya berhasil di dalam kehidupan, banyak juga yang hancur dihajar kerasnya hidup. Tapi satu hal yang pasti
"Sebagian besar orang yang sukses di level dunia adalah orang yang mengikuti, dan mengejar passionnya." Mengapa?
"Karena mereka akan memiliki cukup “bahan bakar” untuk mengejar target 10.000 jam di dalam bidang yang mereka tekuni." Ada apa dengan angka 10.000 jam ini? Angka 10.000 jam ini adalah sebuah angka yang menurut riset dari Malcolm Gladwell (penulis buku Outliers) merupakan jumlah rata-rata jam kerja yang harus dicapai oleh seseorang untuk dapat menjadi master di sebuah bidang. Dengan asumsi bahwa kita bekerja 9 jam perhari, dan 250 hari dalam setahun, maka kita akan membutuhkan waktu sekitar 4.44 tahun untuk mencapai tahap master di bidang yang kita pilih. Tentu saja kita bisa mengerjakan ini semua, dan menjadi master di suatu bidang, meskipun itu dilakukan tanpa passion. Akan tetapi perjalanan akan berasa jauh lebih ringan jika kita mengejar sesuatu yang kita sukai.
PASSION, UANG, DAN KESUKSESAN
"Jika kita mengejar passion kita, maka uang dan kesuksesan akan datang kepada kita dengan sendirinya." Ya! Uang dan kesuksesan akan datang dengan sendirinya. Ketika kita ahli di dalam suatu hal, maka akan ada orang yang membutuhkan kita. Meskipun itu yang kita kejar merupakan sesuatu yang tidak mainstream di negara kita ini. Pernah saya menonton sebuah liputan di televisi, bahwa ada salah seorang lulusan SD yang gemar menari tradisional, berhasil merantau dan menjadi pengajar tari tradisional di Amerika Serikat. Saya lupa namanya, tapi sang penari ini diajak untuk mengajarkan seni tari tradisional di Amerika oleh salah seorang turis warga negara Amerika yang sedang menonton pertunjukannya. Dan menariknya adalah, si penari ini tidak bisa bahasa inggris sama sekali pada awalnya! Semua hanya bermodal kecintaan terhadap bidang yang dia lakukan, tari tradisional Indonesia (saya lupa apa nama tariannya). "Orang yang mengejar passion akan selalu memiliki tempat di dunia ini. Mungkin tidak di negeri Indonesia tercinta ini, akan tetapi akan selalu ada tempat untuk mereka, walaupun itu di belahan dunia lainnya."
TERBANGUN DARI DUNIA MIMPI, PASSION VS REALITA KEHIDUPAN
1. Masalah Finansial 1
Jika masalah yang dialami adalah masalah biaya kuliah, janganlah menyerah untuk mengejar jurusan yang menjadi passion anda. Pergunakanlah internet dan jaringan yang anda miliki dengan baik, dan carilah informasi tentang beasiswa-beasiswa yang memungkinkan anda untuk melakukan studi di jurusan yang anda inginkan. Saya bukan seorang ahli di bidang beasiswa, tapi "Permasalahan finansial bukanlah sebuah halangan yang tidak bisa ditaklukkan di dalam mengejar mimpi kita."
2. Masalah Finansial 2
Masalah akan menjadi lebih rumit jika ternyata kita harus menjadi tulang punggung keluarga. Saran saya untuk hal ini, dahulukan prioritas yang lebih tinggi. Bagaimanapun juga, "Keluarga harus didahulukan melebihi yang lainnya." Akan tetapi, "Jangan dulu menyerah terhadap mimpi anda." Tetap pupuk mimpi anda, dan bergeraklah perlahan untuk menggapainya. Saya sendiri mengenal seorang teman saya yang bisa menjadi tulang punggung keluarga dan masih tetap bisa bersekolah sarjana. Memang akan teramat berat, tapi semua akan berbuah manis pada waktunya.
3. Masalah Akademik
Ini adalah masalah klasik yang biasa dihadapi dalam pemilihan jurusan, nilai yang tidak mencukupi. Entah itu nilai SNMPTN/SPMB (atau apapun namanya itu sekarang), ataupun nilai rapor yang akan digunakan untuk penjurusan IPA/IPS. Jika ini adalah masalah yang terjadi, maka Ambillah jalan berputar! Pindahlah ke tempat yang memungkinkan anda untuk masuk ke jurusan yang anda inginkan, atau tunggulah sampai kesempatan berikutnya datang. Saya pribadi berpendapat bahwa lebih baik saya mengulang dan menunggu 1-2 tahun demi hal yang saya senangi, daripada saya harus menjalani suatu hal yang saya tidak suka. Sekali lagi, tolong lupakan itu yang namanya gengsi, dan terima kekalahan anda seperti orang dewasa. Tetaplah yakin, bahwa di umur 40-an (atau mungkin lebih cepat dari itu), anda akan memetik buah dari apa kesabaran anda sekarang. Keep your hope up high, and be patient, really really patient.
4. Masalah Keluarga
Yang menjadi masalah di sini adalah, kadang semua berjalan tidak sesuai dengan keinginan anda. Dan sepengamatan saya, Sebagian besar dari mereka hanyalah manusia biasa yang ingin anaknya hidup bahagia, melebihi kebahagiaan yang mereka dapatkan. Berdasarkan pengalaman saya sendiri, sebenarnya hal ini bisa diselesaikan dengan mengobrol secara serius dan dilakukan dari hati ke hati dengan mereka. Sebagai gambaran, ibu saya adalah seorang dengan pendirian dan didikan yang keras. Banyak target-target yang waktu itu saya anggap aneh yang harus saya jalani tanpa bisa ditawar. Akan tetapi, di luar semua ketegasannya itu, saya berhasil membujuk beliau untuk merestui kepergian saya mengejar mimpi untuk S2 di luar negeri. Gimana caranya? "Saya berbicara dengan lembut kepada beliau tentang mimpi saya, mengapa itu penting untuk saya. Di samping itu, saya juga membuktikan bahwa saya telah mantap untuk mengejar mimpi saya, dan siap untuk menanggung semua resiko yang bisa terjadi di dalam prosesnya." Dan alhamdulillah beliau pun merestui usaha saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar